Monday, May 31, 2010

Alamikah? atau Karunia? atau Diajarkan?

"Saya tidak pernah tahu bagaimana menjadi kamu,
maka ajarkanlah saya agar saya tahu"

Kita tidak pernah tahu bagaimana rasanya menjadi orang lain. Tidak tahu apa saja yang mereka sudah alami dan bagaimana perasaan mereka saat mereka menghadapinya. Karena kita tidak pernah tahu. Maka kita bersimpati, mungkin untuk tahap lebih lanjutnya kita berempati kepada mereka.

Bersimpati kepada orang-orang yang sedah kesulitan atau dilanda kemalangan mungkin semua orang bisa melakukannya. Saat kita melihat pengemis, atau nenek2 tua berjualan, kakek2 pemulung sampah. Pasti muncul rasa iba, rasa kasihan. Pengen kita untuk segera membantu mereka. Sesuatu atau seseorang yang less fortunate pasti akan mentrigger kita untuk merasa iba.

Pertanyaan saya sekarang adalah apakah simpati itu sesuatu yang alami? kalau dalam bahasa inggrisnya its only natural, atau itu diajarkan dan bisa dipelajari? atau itu adalah sebuah karunia?. Kadang juga saya suka bertanya, apakah simpati itu sebagai sebuah proses sosialisasi dengan lingkungan kita? sebuah pengalaman yang diajarkan kepada kita dan kita mengambil tindakan dengan merasa iba?.

Maksud saya adalah saya merasa iba karena itulah yang benar. Misalkan ada kakek2 tua renta memanggul alat2 sol sepatu ditengah siang terik sudah sepatutnya saya merasa iba...benar?. Karena orang tua kita mengajarkan agar membantu kepada yang kurang mampu dan jangan menyombongkan diri didepan mereka. Agama yang masing2 oleh kita anut pun mengajarkan seperti itu. Maka kita memproses ajaran itu dengan mengambil kesimpulan dengan merasa iba dan tindak lanjutnya (mungkin...ini kadang jarang terjadi...tapi bisa jadi terjadi) membantu. Kalau saya mengatakan "sudah nasibnya seperti itu kenapa harus capek2 merasa iba? dia kurang pendidikan dan itulah yang dia dapat. Dan juga kenapa anak2nya tidak membantu dia? oh mungkin dia memiliki terlalu banyak anak dan akhirnya mereka juga kurang pendidikan dan tidak bisa membantu orang tuanya juga".

Bagaimana? Terdengar sama saja? atau saya terdengar seperti tidak punya hati nurani

Inti dari tulisan saya tadi adalah apakah simpati juga bisa dipalsukan? mungkin bisa. Jika bisa, ini berarti benar anggapan saya simpati itu seperti sebuah proses sosialisasi. Agar saya bisa berbaur dengan masyarakat. Agar saya bisa diterima oleh teman-teman saya. Seperti apa yang dikatakan oleh teori komunikasi Spiral of Silence...Benar?

Lalu bagaimana dengan empati? apakah kita benar2 bisa merasakannya? sepengalaman saya sih. Ada yang benar2 bisa. Dia sampai benar2 seperti merasakan hal yang sama dengan teman atau keluarganya rasakan. Pernah tidak kalian berada disituasi seperti ini, misalkan kalian pergi dengan teman2 kalian, ada satu teman kalian sedang seperti ada masalah. Dan kalian langsung dengan cepat merasakannya. Atau ada satu teman kalian yang sedang sebal dengan seseorang, saat dia menceritakan orang itu seakan2 kalian juga benar2 sebal sama dia. Padahal kalian sama sekali tidak mengenal orang itu, sejarah orang itu benar2 tidak pernah terdengar dikuping kita.

Apakah itu empati? atau itu masih simpati? (mungkin ada yang bisa menjelaskan lebih lanjut apa itu empati...karena penjelasan diatas hanya sebatas dikepala saya saja, tidak dibantu oleh riset lebih lanjut)

Empati atau bukan. Saya merasa jika memang begitu kasusnya untuk bisa merasakannya seperti orang lain rasakan kita harus memiliki ikatan yang amat erat dengannya terlebih dahulu? kalau memang begitu berarti tidak murni donk perasaan yang kita miliki. Itu hanya sebatas pertemanan atau bro-s over ho-s. Berarti empati sendiri dimanufaktur oleh kita sendiri bukan sebagai perasaan yang alami.Apakah kita benar2 bisa berempati pada total stranger?
Nah setelah penjelasan saya yang panjang lebar diatas dijabarkan. Saya semakin berpikir. Jika benar kedua hal tersebut bisa "dipalsukan" berarti beberapa bentuk simpati dan empati yang saya lihat selama ini bisa jadi tidak sepenuhnya murni.

Pejabat yang mengucapkan bela sungkawa terhadap korban bencana alam, artis yang ramai2 memberi sedekah kepada anak2 yatim piatu, teman yang sedih saat temannya sedih, orang2 saat menonton korban bencana alam. Benarkah semuanya asli mereka rasakan?

Jangan sampai pertanyaan saya dianggap sebagai suudzon. Saya tidak bermaksud untuk mencurigai tindak baik mereka. Saya hanya kritis dan terus bertanya.

lanjut lagi kepermasalahan. Jika memang benar semuanya adalah rekayasa akibat lingkungan sosial yang mendorong kita, agar kita terlihat "benar", agar kita bisa membaur didalam masyarakat. Maka kita perlu banyak belajar lagi untuk bersimpati dan berempati. Bukan hanya sebagai kebutuhan bersosialisasi, bukan hanya sebagai baju yang menyelimuti kita agar kita terlihat bagus, anggun dan terpelajar dimata orang banyak. Tapi agar kita benar2 bisa merasakan bagaimana saudara-saudara kita saat mereka dilanda kesusahan dan bencana. Dengan tulus.

Tuhan tolonglah negeri ini beserta orang2 yang hidup didalamnya. Amin


Sunday, May 30, 2010

Ini adalah tulisan yang amat sangat panjang dan melelahkan, tapi silahkan dibaca.

"Jika saja saya bisa menjelajah alam semesta. Jika saja saya berkecepatan melebihi cahaya. Akan saya robek batas dimensi dan waktu. Agar saya bisa melihat dengan jelas hasil karyaMu"

Baru-baru ini saja saya menonton sebuah video dari Youtube Journey To The Edge Of Universe yang bercerita tentang perjalanan keujung alam semesta. Perjalanan yang melebihi imajinasi yang pernah saya bayangkan sebelumnya. Alam semesta adalah tempat yang sungguh benar2 tidak berbatas. Jika kalian penasaran berikut linknya....oh videonya dibagi jadi 4 bagian, link yang lainnya ada di bawah:


Banyak yang ingin saya bicarakan disini. Mulai dari jarak yang mengisolasi kita, ketidak eksisan kita di jagad raya, pertanyaan tentang kehadiran kita disini, kesadaran manusia akan eksistensinya, atau mungkin sentience, dan segalanya

Mungkin kita mulai dari sesuatu yang saya tahu dahulu. Jarak yang kita tahu adalah angka yang mengukur besarnya titik a dan b terpisahkan. (itu penjelasan saya, mungkin ada yang bisa lebih mengartikannya lebih baik :P). Ukurannya bermacam-macam meter, kaki, mil, dan paling besar yang saya tahu adalah tahun cahaya. Setiap benda dibumi dipisahkan oleh jarak. Bahkan antara saya dengan keyboard pun ada jarak, saya dan monitor, saya dan pintu kosan, saya dan gerbang kosan, saya dan kampung halaman saya, saya dan negara tetangga, saya dan bulan, saya dengan matahari, dst.

Apa yang saya rasakan dengan kehadiran jarak ini adalah membuat saya terisolasi. Saya dipisahkan dari apapun disekitar saya. Ini mungkin yang membuat kita merasa sendiri. Jarak.

Tidakkah kalian merasakannya juga?
Manusia adalah satu2nya makhluk hidup yang memiliki kesadaran. Satu-satunya makhluk hidup yang kita tahu yang berpikir bukan untuk kelangsungan hidupnya saja. Tapi diluar itu juga. Kita kadang merasa sendiri, kita merasa terisolasi dari saudara2 kita. Mungkin jarak adalah pelaku yang harusnya kita salahkan. Dan jarak juga yang membuat kita seperti itu (ini akan saya bicarakan nanti).

Bumi tempat tinggal kita dipisahkan oleh jarak yang sangat besar sehingga harus dihitung dengan jarak gelombang yang paling cepat yang kita tahu harus tempuh dalam sedetik. Sayangnya kita tidak cepat dan sayangnya kita bukan gelombang. Jadi jika berpikir untuk mencari "saudara2" kita diluaran sana kita harus berpikir cara lain untuk bertemu mereka.

Jika dilihat dari jarak 14miliar tahun cahaya, matahari hanya seperti debu. Dan galaksi-galaksi lainnya hanya berupa titik. Dan alam semesta sendiri berbentuk seperti jaringan. Seperti saling berhubungan, dan mengambang diketidakadaan. Bumi tempat yang selama ini kita kenal. Tempat yang selama kurang lebih 500juta ditempati oleh makhluk hidup. Adalah hanya sebesar atom. Mungkin kurang dari itu. Tidak berharga. Jika saja bumi tidak ada, diluaran sana pun tidak ada yang peduli atau sadar kalau jutaan makhluk hidup hilang dari peta alam semesta.

Baiklah. Mungkin kita diisolasi disini, mungkin kita memang tidak diharuskan untuk mengadakan perjalanan interstellar. Tapi apakah ini akan membuat kita semakin tidak signifikan? jawabannya tentu saja, baca kembali paragraf diatas.

Saya pernah membaca satu ayat dikitab suci Alquran, disitu dijelaskan kalau kita itu makhluk yang merugi setiap waktunya (kurang lebih begitu, dan maafkan saya jika tidak mencamtumkan ayatnya karena saya lupa :) ). Dan setelah saya menonton dan membaca tentang alam semesta, semakin jelas kita adalah benar-benar makhluk yang sangat sial. Kenapa?

Plat bumi terus bergerak dan bergesek, atmosfir bumi terus terkotori oleh karbon, matahari penuh radiasi, laut semakin naik kepermukaan, kita dihantui oleh tubrukan meteor dari luar, belum lagi badai matahari dan ditambah tatasurya kita mengorbit mengitari pusat bimasakti yang merupakan supermassive blackhole . Kurang rugi apa coba kita? Selain terisolasi dari semesta, "rumah" kita juga dikelilingi oleh mara bahaya. Bagaimana kalau kita pindah saja dari dari Bumi dan mengungsi ke planet lain? untuk masalah atmosfir yang tidak bersahabat kita kan bisa kondisikan dengan terraforming?

Bukannya saya skeptis. Terraforming adalah sesuatu yang sangat mungkin dilakukan. Tapi untuk skala sebesar planet, saya rasa tidak. Belum lagi ditambah jarak yang sudah saya bicarakan. Migrasi keplanet lain adalah hal yang sangat tidak mungkin, tapi ingin sekali saya lakukan.

Seperti yang sudah saya jelaskan diatas. Kita diharuskan tinggal diBumi, terus merugi, dan terus terisolasi. Inilah nasib manusia. Kehadiran kita dialam semesta tidak akan membawa perubahan apapun. Kita ada ataupun tidak ada, tidak ada yang peduli. Betapa meruginya kita ini.

Lalu kalau begitu kenapa kita ada disini? kenapa kita terus merugi? kenapa kita diciptakan hanya untuk nantinya juga musnah? Teman....sayapun bertanya hal yang sama. Tuhan yang kita tahu. Sebuah kekuatan maha besar, Omnipotent yang luar biasa berkuasa atas alam semesta beserta isinya. Dia pasti memiliki skenario besar atas kemunculan kita, kita pasti memilki peran sekecil apapun, setidak penting apapun. Karena tentu saja, Dia yang menciptakan alam semesta beserta isinya.

Kadang ada ruginya juga kita diberi daya berpikir. Karena itu membuat kita semakin terus sombong. Seakan kita makhluk sentience satu-satunya disini. Seakan2 kita sangat penting. Amat sangat penting untuk kita ketahui. Seorang manusia jika dilihat dari ujung alam semesta, tidaklah penting. Saya yakin Tuhan sendiri tidak merasa rugi kehilangan spesies manusia. Tapi saya juga yakin, Tuhan sangat menaruh keyakinan kepada manusia.

Marilah kita mencari bersama apa maksud kita diturunkan ke bumi?. Apa tujuan kita berada disini?. Beban apakah yang kita panggul? Jadikanlah hidup kita lebih berarti untuk diri kita dan juga untuk oranglain

(Selagi menulis ini, saya sedang ditemani Beethoven symphony 7 - II allegretto)


Wednesday, May 26, 2010

Third Rock, Sol, Milky Way, Universe


Dari dulu sampai sekarang saya selalu tertarik dengan bintang dan alam semesta. Kalau tidak hujan disore hari biasanya dimalamnya saya suka berjalan sambil mendongakkan kepala melihat bintang.

Theyre so hypnotizing.

Dikosan saya yang dulu (yang berada di Jatinangor) saat malam hari, langitnya sangat jernih sampai kalau saya liat keatas itu bisa keliatan sabuk bima sakti. Kadang saya suka duduk di balkon sambil ngerokok sama minum kopi cuman ngeliatin bintang. Dan pernah saat saya KKN d Cipatujah, saat malamnya langit benar2 saya belum pernah lihat sebelumnya. Sangat perawan. Hitam pekat dengan sabuk Bima Sakti sangat jelas terlihat, bintang-bintang benar2 jernih sinarnya. Dan itu membuat saya jadi rindu pulang, bukan ke rumah. Tapi benar2 ketempat saya asli berasal.

Seperti yang kita tahu Bumi adalah planet ke 3 dari tata surya kita. Dan satu2nya planet yang kita ketahui yang dapat dihuni oleh makhluk hidup selama kurang lebih beberapa ratus juta tahun yang lalu. Walaupun ada spekulasi kalau Mars juga pernah dihuni makhluk hidup. Who knows? for all we know the universe is old. Its 14billions years old.....what an age.

Saya tidak akan membicarakan ttng bumi dan evolusi makhluk hidupnya. Karena tentu saja itu tidak akan berujung, dan orang-orang akan mengira saya sebagai seorang Darwinist. Tentu saja saya percaya manusia pertama adalah Adam dan Hawa, bukan sekumpulan monyet purba yang belajar membuat api. C'mon are you serious? my ancestor is a fully thinking, walk straight human being. Not some monkey HAH!. Its only a matter of believe so we're best not to argue with it.

Bintang yang kita miliki di tatasurya kita ada Sol dalam Latin atau Sun dalam bahasa Inggrisnya atau Matahari dalam bahasa Indonesianya. Bintang yang telah mensuport bumi dengan cahayanya agar tanaman bisa terus hidup dan kita manusia dan makhluk hidup lainnya bisa memetik manfaat dari tanaman ini berumur kurang lebih (2.25–2.50) × 108
GOD help me with those numbers.

Diluar Matahari tetangga terdekat kita adalah Proxima centauri yang berjarak hanya sekitar 4,2 tahun cahaya atau sekitar 4,2 x10 petameter atau 10 pangkat 16. Akan sangat berlebihan jika saya tulis nolnya disini. Menghabiskan ruang saja.

Digalaksi bimasakti sendiri terdapat banyak bintang. Bahkan lebih banyak daripada pasir dipesisir pantai diseluruh dunia. Tentu saja, bayangkan diameternya saja 100000 tahun cahaya. dengan kita berada 25000 tahun cahaya dari pusat galaksi. Dan diperkirakan Bima sakti dihuni oleh sekitar 200triliun bintang bintang dan bisa sampai 400triliun jumlahnya. WOW! ........WOW!

Saya heran jarang ada orang yang terkesima dengan informasi yang begitu menakjubkan seperti ini. Dengan perkiraan seperti itu bayangkan kemungkinan yang ada bagi kehidupan diluar bumi. 200triliun lebih bintang selain matahari, pasti ada beberapa planet yang mengitari mereka, dan diantaranya pasti ada yang bisa dihuni makhluk hidup. Saya tidak membicarakan kita migrasi ke planet lain. Karena sungguh kita belum tahu bagaimana habitat diplanet itu, komposisi udaranya apa saja, makhluk macam apa yang mendiaminya. Tapi saya ingin tahu apakah ada makhluk ciptaan Tuhan lainnya selain di Bumi?

Dan perlu kalian tahu ada sampai 170 triliun galaksi dialam semesta ini.

Tidakkah menyenangkan untuk mengetahui alam semesta. Mencari kebesaranNya yang tersebar luas kesetiap penjuru semesta. Dan saat menemukannya kadang saya suka bergetar, dan mulai timbul rasa rindu untuk pulang. Coba kalian lihat link berikut

atau yang ini

Sangat bodoh jika kita meniadakan Tuhan atas ciptaannya yang sangat jelas memperlihatkan keagungannya. Atheis tolonglah agar kaliah lebih reasonable dalam berpikir.

Tuesday, May 25, 2010

Soulmate...pfft

Gua baru nonton serial friends tadi...rerun seperti biasa...tapi selalu lucu setiap gua tonton ulang. Walopun gua nontonya ga full cuman stengah dari runtimenya, tapi setengah itu gua mendapatkan quote yang bener2 dapet.

Jadi gini si monica ama chandler baru pulang ke apartemennya mereka. Mereka ngobrol2 soal ngundang phoebe ikut makan malam bareng mereka. I dont know for what cause they invited her to dinner. And then si chandler tiba2 kaya gugup dan ngomel2 ga puguh gitu, dan monica nanya "whats wrong with you?". And chandler ngejelasin kalo dia dikasih tau phoebe kalo monica ngerasa ama mantannya adalah soulmate. And then they start to argue with each other, at the end monica explain that she doesnt believe in soulmate. She and chandler fell in love with each other and they fought for they relationship to work.

and i go.....Wow

it is true...i used to believe in soulmate, i used to believe that someone will come to me and be my partner for the rest of my live. Until i came to 20 where ive been through so many things and think that relationship is not something that you wish for...it is something that you need to fight for. It is hard and need lot of sacrifice.

Pernah suatu kali gua nanya nyokap gua. "Mih, mamih masih cinta papih ga?". And suprisingly she answered "Engga, sekarang mah mamih udah ga peduli dia mau main cewe ama siapa, mau kemana ama siapa, dia ngapain ditempat kerjanya. Tapi mamih suka kangen, kadang suka pengen ngobrol, pengen becanda, pengen berantem. Kaya butuh dia, tapi bukan cinta." Selain butuh perjuangan, ternyata hubungan 2 orang tidak hanya berlandaskan cinta. Malah cinta bakal hilang dikikis waktu, dan dia akan berevolusi ke tingkat hubungan yang lebih tinggi lagi. Tidak butuh alasan, tidak ada prejudis, tapi amat sangat mengikat dan lebih intim. If you think about it, its kinda true. I mean seperti apa yang gua telah bilang dia atas Soulmate atau belahan jiwa itu tidak ada.

Tuhan tidak menciptakan apapun seabadi diriNya, bahkan sebuah perasaan yang bagi manusia itu yang hakikatnya sangat murni dan sakral. Cinta begitu dipuja-puja hingga sering kita dibuai dan dibuat lupa kalau itu sebenarnya tidak pernah abadi. Umur berkurang, harta datang dan pergi, nyawa hilang tanpa kita tahu. Dengan menganggap konsep soulmate itu ada, berarti sama saja seperti menganggap saya akan baik2 saja dengannya karena saya ditakdirkan untuk bersama dengannya selama2nya. Jika sesuatu terjadi kami akan baik2 saja. Kami sehidup semati. titik period end of story THE END.

Are you sure? how sure you can be?. Tidakkah terlalu naif jika seperti itu?. Saya mungkin bukan ahlinya hubungan tapi hal yang seperti itu tidak ada. Seperti berharap akan datangnya bintang jatuh untuk menolong kita. Sebuah hubungan seharusnya bukan berlandaskan cinta, tapi sebuah rasa percaya bahwa kita akan berjuang sekuat tenaga agar hubungan ini berhasil karena sesuai janji saat menikah. We're gonna through the up and down of our marriage. Apa yang dimaksud dengan up and down adalah saat cinta itu tidak ada lagi tapi kita akan berusaha untuk hubungan kita menjadi lebih baik.